TARSAR
(bagian pertama)
Berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi
peranyataan seseorang. Jadi harus fakta, yaitu Fakta Peristiwa, atau
Fakta Pendapat. Jika tidak berdasarkan fakta, maka itu masuk dalam
kategori berita bohong, dan yang menuliskannya tentu bisa ditengarai, eh
disangkakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, baik yang ada di
KUHP atau UU yang bersifat khusus untuk itu yakni UU Pokok Pers.
Desas-desus, bukanlah berita. Seringkali, sebutlah, seorang yang baru
terjun di dunia Jurnalis yang masih dengan gagah mengalungkan Kartu Pers di
lehernya, barangkali saja, karena kurang pemahaman, desas-desus yang
ada di masyarakat, dijadikan sebagai berita tanpa menggali lebih dulu, sejauh
mana hal tersebut terjadi, atau sejauh mana hal itu dikatakan oleh
seseorang. Ini berpotensi menggiring yang bersangkutan ke bui, karena
bisa dianggap sebagai telah melakukan pencemaran nama baik atau fitnah. Fitnah pasti
lebih kejam daripada tidak menfitnah. Sebaiknya, ini anjuran, bacalah
Kode Etik Jurnalistik Indonesia, UUPP, dan KUHP yang terkait dengan itu.
***
Tarsar, ini bahasa Batak. Bukan bahasa Tarsan. Artinya banyak orang
yang sudah tahu akan sesuatu yang terjadi, dan bukan lagi menjadi rahasia, tapi sudah menjadi
“Rahasia Umum.” Kita ambil sebagai contoh, tentang pemilihan Wakil
Bupati Samosir yang sudah tarsar ke seluruh dunia. Ini bisa tarsar lebih
cepat, karena ditulis oleh “Wartawan” di jejaring sosial; twitter,
facebook, dan lain-lain. Saat ini, apa pun kejadian yang menarik di
suatu tempat saat ini, akan cepat tarsar. Begitu juga pemilihan Wakil
Bupati di Samosir, yang sangat menarik, karena amat banyak pernak-pernik
yang terjadi seputar pemilihan itu. Dan umum sudah tahu, A-Z nya.
Tidak banyak yang tahu asal-usul kata tarsar. Saya pun tak tahu. Saya
sudah mencoba mencari asal-usul katanya di Kamus Batak Indonesia, tidak
ada. Lalu secara iseng, saya membagi kata itu menjadi tar sar. Sar
mungkin saja berasal dari Share dalam bahasa Inggeris yang artinya
disebarkan. Sering kita dengar kalimat dari kawan, “Share (dibaca :
seir) dong artikel itu ke saya.”
Kalau ada orang di Samosir,
mengatakan, “ Ai nunga tarsar be barita i tu si Barbar Losung rodi
Bajalingge”, artinya hampir setiap orang sudah tahu peristiwa itu di manapun. Barbar
Losung, adalah predikat yang diberikan kepada seseorang yang biasanya
tanpa tedeng aling-aling akan mendamprat dengan kata-kata, siapa pun
yang dianggapnya tidak benar dan tidak lurus. Bajalingge adalah sebuah
kampung atau tempat di dekat Pematang Siantar, yang jauh sebelum ada
angkutan yang memadai, dianggap amat sangat jauh dari Pangururan atau
Samosir. Karena butuh waktu berhari-hari, mungkin juga hitungan bulan
agar bisa mencapi tempat itu dengan jalan kaki.
Sesungguhnya,
di saat ini, menjadi sangat sulit berkelit untuk menutupi sebuah
kejadian yang menyimpang untuk mengatakan dan membelanya dengan benar.
Dingding dan tembok pun, sudah bisa “menguping dan berbicara.” Aneh?
Tidak juga, karena di dingding itu, mungkin sudah ada CCTV atau ditembok
itu tertanam kamera kecil yg sangat canggih yang bisa memantau semua kejadian. Maka, tanpa bermaksud
untuk menasehati, ini anggaplah anjuran, sudahlah...! Sebaiknya berbuat dan bertindak
yang wajar sajalah. Tidak perlu harus membungkam mulut orang lain dan juga
pembebekmu, dengan gift, grant, pinjaman lunak, atau yang sejenis dengan itu. Jaman sudah
berubah. Jika memang ingin membangun Samosir dengan tulus, bertarunglah
dengan terbuka dan dengan rule yang sudah ada. Kalau masih menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan kekuasaan, apalagilah yang masih dibanggakan? ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar