Selasa, 19 Agustus 2014

MALU- MALU KUCING
oleh Laris Naibaho

Kucing meski tidak pernah diajari budi pekerti dan norma kesopanan, tapi kalau diperhatikan, dari hampir semua jenis hewan, hewan ini memiliki rasa malu, sehingga menjadi sebuah istilah bagi percakapan manusia, “MALU-MALU KUCING”.

Istilah atau penyebutan malu-malu kucing, biasanya ditujukan kepada seseorang yang sebenarnya menginginkan sesuatu tetapi tidak secara langsung mengatakan atau melakukannya, tetapi akan segera berbuat dan bertindak jika terbuka kesempatan. Perhatikanlah seekor kucing ketika sedang mengintai makanan yang tidak diperuntukkan untuknya.

Kucing itu, apakah betul merasa memiliki kemaluan eh rasa malu maksudnya, mungkin perlu diteliti. Kalau ternyata ada, maka tiba waktunya bagi kita memberi label kepada para Koruptor dan Penebang hutan illegal, dan Pelanggar hukum lain yang melakukanya secara terang-terangan, bahwa mereka tidak lebih tinggi harkatnya daripada kucing. Sekedar catatan, ini dulu, kucing yang berdiam di rumah kami di Lumban Siagian, Pangururan, Samosir, setelah berak, biasanya (selalu?) menutupi kotorannya dengan kakinya, karena biasanya kucing kami itu tidak berak sembarangan di rumah, tapi selalu mencaari tanah kosong yang ada di lahan sekitar rumah.

Ntah siapa yang memulai istilah ini. Di kampung saya, setiap kali seseorang marah atau sangat marah, umpatan yang ke luar dari mulutnya adalah, “Taik kucing, lho!” Bukan dengan tai kerbau atau tai babi. Ini barangkali saja, karena, kalau tai kerbau dan tai babi masih bisa berguna untuk dijadikan pupuk, sementara tai kucing, sama sekali tidak berguna. Jangan-jangan, kucing sangat menyadari itu, sehingga setiap usai berak, selalu menutupi tainya, karena itu tadi, taiknya sama sekali tidak berguna untuk apa pun. Jadi, jika seseorang mengejek anda dengan kata-kata, TAI KUCING, tolaklah. Jangan biarkan menguap. Lagi pula di era di mana Hukum menjadi Panglima, akan sangat bagus kalau anda mengadukannya ke Polisi—unang somal. Maaf, ini bukan provokasi tapi hanya sekedar mengungkapkan perasaan saya saja, bahwa penyebutan itu merupakan sebuah penghinaan terkeji, karena jika dianalogikan, itu artinya Anda manusia tidak berguna sama sekali.

Dahulu itu, ntah kalau sekarang, kucing itu juga dijadikan sebagai symbol sebuah kehidupan. Jika di rumah seseorang masih berkeliaran kucing, maka anggapan banyak orang, pemilik rumah itu hidup dan kehidupannya ke depan akan semarak dan bersahaja. Analisa terkecilnya, kalau kucing ada tentu tikus akan lari lintang-pukang. Dengan tidak ada tikus, maka barang-barang yang ada di rumah akan aman atau tidak rusak. Kalau semua baik-baik saja, pengeluaran tentu tidak ada. Kalau pengeluaran tidak ada sementara pemasukan ada, bukankah bisa menabung? Anda tahulah, kalau seseorang  terus tanpa pengeluaran…

Seperti kita tahu bersama, jika tikus mencari makanan dan tidak menemukannya, maka barang apa pun di sekitarnya akan digigitinya, termasuk akan menggigit orang yang sedang berada di dekatnya. Maka di waktu yang lalu, pemilik rumah seusai makan malam, baisanya akan menaruh rima-rima—sisa makanan di bawah pintu agar tikus tidak masuk mencari makanan di dalam dan setelah kenyang akan pergi ke sarangnya. Di masyarakat tertentu di Samosir, jika tikus banyak di rumahnya, itu pertanda buruk menuju kebangkrutan, dan karena itu, selalu ada usaha untuk membasmi tikus.

Tikus dan Kucing sepertinya tidak mungkin hidup dalam satu kerangkeng. Dua jenis hewan ini, sejatinya sudah ditakdirkan menjadi dua bebuyutan yang tidak akan pernah bisa bersahabat. Selain itu, bangsa tikus sudah diberi pedoman-pedoman oleh pimpinan tikus, yaitu harus takut pada kucing. sementara bangsa kucing, bila melihat tikus, wajib hukumnya untuk membunuh tanpa harus merasa bersalah apalagi berdosa. Dan untuk hal tersebutlah, masyarakat kucing diberi hak istimewa oleh masyarakat tertentu bisa menggeol-geol di depan manusia, tanpa perlu merasa takut dan malu menggoyangkan pantatnya, meski lebih bahenol dari pantat Dewi Persik atau si Goyang itik, Saskia Gotik. Mengadukan kucing pun karena goyangannya, selalu akan ditolak oleh Polisi, meski para penggiat Anti Pornography secara ekstrim menggugatnya, karena memang, goyangan mereka belum diatur dalam KUHP—Kitab Undang-undang Hukum Perkucingan—Kucing Tidak bisa dipersalahkan, karena “ Tiada Hukuman tanpa kesalahan.”

***
Salam Revolusi Mental untuk sahabat dan keluarga di SAMOSIR
(Apakah di Kabupaten Samosir ada tikus berdasi?)