DIORDIOR
SOCRATES dan TIGOR SITANGGANG*)
Sesaat sebelum Socrates meminum racun yang disiapkannya
sendiri yang kemudian merenggut nyawanya, dia mengucapkan kata-kata terakhir : “Criton,
aku berutang Asclepios satu ayam, jangan lupa untuk memberikannya”.
Socrates diadili di pengadilan Athena dan dituntut
hukuman mati dengan tuduhan, dia telah
meracuni pikiran-pikiran kaum muda dengan ajaran-ajarannya serta ketidak
percayaannya pada ketuhanan—dewa-dewa, tetapi sangat yakin, bahwa segala
sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah karena adanya “akal yang mengatur ” yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang
pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang rohani semata – mata.
Kendati murid-murid—pengikutnya, menganjurkan untuk menghindari
hukuman mati, agar dia melarikan diri
dari penjara, yang ketika itu sangat mungkin, atau meminta pengampunan dari Penguasa
Athena, Junani saat itu, dengan menarik kata-katanya. Tapi kedua opsi itu
ditolaknya dan tetap keukeuh memilih
minum racun sebagai jalan menuju kematian untuk mempertahankan pendapatnya sekaligus
membuktikan, dirinya bukanlah pengecut,
serta dia meyakini dirinya mewakili kebenaran secara objektif. Socrates, membela
yang benar dan yang baik, sebagai nilai
obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang—“Katakanlah
yang benar itu benar, dan masyarakat secara umum, meyakini itu adalah benar.”
Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh
istimewa dan merupakan seorang filosof yang jujur juga berani. Bisa dibayangkan keberaniannya saat itu yang
berani melawan Penguasa Athena, termasuk melawan semua cerdik-pandai, yang di
dalamnya termasuk para “penjilat “ Penguasa saat itu, yaitu mereka yang menyelewangkan KEBENARAN agar tetap eksis dan
bisa berdampingan dengan Penguasa.
Menurut Socrates, orang yang berpengetahuan dengan
sendirinya berbudi baik. Apabila budi adalah TAHU berdasarkan timbangan yang
benar, maka jahatnya dari orang yang tidak mengetahui, karena tidak mempunyai pertimbangan atau
penglihatan yang benar, sehingga tidak mampu menjalankan kebenaran yang benar.
***
Tigor Sitanggang*) yang sampai sekarang belum kita tahu
siapa dan di mana dia berada, memang bukanlah (saya yakini) seorang Filsup
seperti Socrates. Tapi dari status-status yang tertera di FB dan photo-photo
yang diunggah, pastilah seorang aliran Socrates yang membela kebenaran Objektif
dan bukan Kebenaran Relatif, sebagaimana para penjilat Penguasa di Athena, yang
bisa memberi defenisi KEBENARAN sesuai versi mereka. Misalnya-angggaplah ini
contoh yang aktual--yang terkini : “Membabat hutan, untuk dijadikan kebon
singkong, demi memberikan kesejateraan kepada beberapa gelintir-puluh-ratus
manusia adalah benar, kendati kelak akan
menimbulkan banjir dan membunuh ribuan manusia, atau menyengsarakan keturunan
beberapa generasi kemudian.”
Kita menyaksikan dengan
kasat mata pada era sekarang, Kebenaran Relatif itu menjadi sangat POPULER,
sehinga dan ternyata tidak hanya yang tidak tahu saja yang sekarang ini jahat, tetapi
yang tahu pun bisa lebih jahat daripada yang tidak tahu, karena mereka bisa
memanipulasi dan mencari-cari celah dari apa yang telah dia ketahui. Kenyataanya,
justru kejahatan dari orang-orang yang berpengetahuan inilah yang lebih
berbahaya saat ini, dan inilah yang dilihat Tigor Sitanggang sebagai sesuatu
yang sangat mengerikan dan karena itu harus dilawan, bagaimana pun caranya.
Tanggapan-tangggapan
kepada tokoh ini sejujurnya mayoritas mendukung dan memberi hormat, karena
semua statusnya, sepertinya berlandaskan data yang akurat, dan tidak ada
tendensi untuk kepentingan pribadi, tetapi lebih pada rasa prihatin yang
mendalam serta murka melihat tingkahlaku para Pemangku Jabatan di Samosir. Semua
yang dilakukannya, secara implisit mengandung kecintaan yang sangat dalam ke Samosir. Patut diduga, tokoh ini, lahir
dan besar serta pernah menjadi karyawan Pemkab, tetapi tersingkir karena tidak
ikut arus permainan kelompok yang jahat tadi.
Tulisan ini tidak
bermaksud agar tokoh ini ke luar dari “persembunyiannya” dan mengatakan, “ Ini
dadaku, mana dadamu?” lalu kemudian secara heroik membuka data yang akurat itu
ke masyarakat, melaporkannya ke Kejaksaan atau KPK, walaupun mungkin itu
sudah dilakukan secara “sembunyi-sembunyi.”
Tidak juga menganjurkan
agar dia datang ke Kantor Bupati dengan membawa bundelan-bundelannya di tangan
kiri dan bensin atau racun di tangan kanan
untuk membela kebenaran ala Socrates, tidak. Sekali lagi tidak. Tetapi, apa
pun, tanggapan masyarakat dan yang memberi comment
dan curiga, kalau di balik itu semua ada hasrat tersembunyi untuk menggolkan
rekannya menjadi Bupati di 2015, tidak juga bisa dinafikan. Tapi kalau saya
ditanya, perlukah tokoh ini ke luar dari sarang ? Saya harus mengatakan, karena
ini bukan zaman Socrates yang belum ada CCTV, maka tetaplah SEMBUNYI, biar seru
dan tetap membuat hati PENASARAN, seperti nyanyian Rhoma Irama, “ Sungguh mati
aku masih penasaran...”
***
·
*)Tigor Sitanggang yang dimaksud di
sini, adalah Tokoh yang ada di Akun Facebook, dan bukan yang lain.
·
Selamat hari Minggu untuk semua rekan
dan keluarga di Samosir dan di luar Samosir.