Minggu, 02 November 2014

Socrates dan Tigor Sitanggang



DIORDIOR

SOCRATES dan TIGOR SITANGGANG*)

Sesaat sebelum Socrates meminum racun yang disiapkannya sendiri yang kemudian merenggut nyawanya, dia mengucapkan kata-kata terakhir : “Criton, aku berutang Asclepios satu ayam, jangan lupa untuk memberikannya”.

Socrates diadili di pengadilan Athena dan dituntut hukuman mati dengan tuduhan,  dia telah meracuni pikiran-pikiran kaum muda dengan ajaran-ajarannya serta ketidak percayaannya pada ketuhanan—dewa-dewa, tetapi sangat yakin, bahwa segala sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah karena adanya “akal yang mengatur ” yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang rohani semata – mata.

Kendati murid-murid—pengikutnya, menganjurkan untuk menghindari hukuman mati,  agar dia melarikan diri dari penjara, yang ketika itu sangat mungkin, atau meminta pengampunan dari Penguasa Athena, Junani saat itu,  dengan menarik kata-katanya. Tapi kedua opsi itu ditolaknya dan tetap keukeuh memilih minum racun sebagai jalan menuju kematian untuk mempertahankan pendapatnya sekaligus membuktikan, dirinya  bukanlah pengecut, serta dia meyakini dirinya mewakili  kebenaran secara objektif. Socrates, membela yang benar dan yang baik,  sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang—“Katakanlah yang benar itu benar, dan masyarakat secara umum, meyakini itu adalah benar.”

Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan merupakan seorang filosof yang jujur juga berani. Bisa dibayangkan keberaniannya saat itu yang berani melawan Penguasa Athena, termasuk melawan semua cerdik-pandai, yang di dalamnya termasuk para “penjilat “ Penguasa saat itu, yaitu mereka yang  menyelewangkan KEBENARAN agar tetap eksis dan bisa berdampingan dengan Penguasa.

Menurut Socrates, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Apabila budi adalah TAHU berdasarkan timbangan yang benar, maka jahatnya dari orang yang tidak mengetahui,  karena tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar, sehingga tidak mampu menjalankan kebenaran yang benar.

***

Tigor Sitanggang*) yang sampai sekarang belum kita tahu siapa dan di mana dia berada, memang bukanlah (saya yakini) seorang Filsup seperti Socrates. Tapi dari status-status yang tertera di FB dan photo-photo yang diunggah, pastilah seorang aliran Socrates yang membela kebenaran Objektif dan bukan Kebenaran Relatif, sebagaimana para penjilat Penguasa di Athena, yang bisa memberi defenisi KEBENARAN sesuai versi mereka. Misalnya-angggaplah ini contoh yang aktual--yang terkini : “Membabat hutan, untuk dijadikan kebon singkong, demi memberikan kesejateraan kepada beberapa gelintir-puluh-ratus manusia  adalah benar, kendati kelak akan menimbulkan banjir dan membunuh ribuan manusia, atau menyengsarakan keturunan beberapa generasi kemudian.”

Kita menyaksikan dengan kasat mata pada era sekarang, Kebenaran Relatif itu menjadi sangat POPULER, sehinga dan ternyata tidak hanya yang tidak tahu saja yang sekarang ini jahat, tetapi yang tahu pun bisa lebih jahat daripada yang tidak tahu,  karena mereka bisa memanipulasi dan mencari-cari celah dari apa yang telah dia ketahui. Kenyataanya, justru kejahatan dari orang-orang yang berpengetahuan inilah yang lebih berbahaya saat ini, dan inilah yang dilihat Tigor Sitanggang sebagai sesuatu yang sangat mengerikan dan karena itu harus dilawan, bagaimana pun caranya.

Tanggapan-tangggapan kepada tokoh ini sejujurnya mayoritas mendukung dan memberi hormat, karena semua statusnya, sepertinya berlandaskan data yang akurat, dan tidak ada tendensi untuk kepentingan pribadi, tetapi lebih pada rasa prihatin yang mendalam serta murka melihat tingkahlaku para Pemangku Jabatan di Samosir. Semua yang dilakukannya, secara implisit mengandung kecintaan yang sangat dalam  ke Samosir. Patut diduga, tokoh ini, lahir dan besar serta pernah menjadi karyawan Pemkab, tetapi tersingkir karena tidak ikut arus permainan kelompok yang jahat tadi.

Tulisan ini tidak bermaksud agar tokoh ini ke luar dari “persembunyiannya” dan mengatakan, “ Ini dadaku, mana dadamu?” lalu kemudian secara heroik membuka data yang akurat itu ke masyarakat, melaporkannya ke Kejaksaan atau KPK, walaupun mungkin itu sudah  dilakukan secara “sembunyi-sembunyi.”

Tidak juga menganjurkan agar dia datang ke Kantor Bupati dengan membawa bundelan-bundelannya di tangan kiri dan bensin atau racun  di tangan kanan untuk membela kebenaran ala Socrates, tidak. Sekali lagi tidak. Tetapi, apa pun, tanggapan masyarakat dan yang memberi comment dan curiga, kalau di balik itu semua ada hasrat tersembunyi untuk menggolkan rekannya menjadi Bupati di 2015, tidak juga bisa dinafikan. Tapi kalau saya ditanya, perlukah tokoh ini ke luar dari sarang ? Saya harus mengatakan, karena ini bukan zaman Socrates yang belum ada CCTV, maka tetaplah SEMBUNYI, biar seru dan tetap membuat hati PENASARAN, seperti nyanyian Rhoma Irama, “ Sungguh mati aku masih penasaran...”
***
·         *)Tigor Sitanggang yang dimaksud di sini, adalah Tokoh yang ada di Akun Facebook, dan bukan yang lain.

·         Selamat hari Minggu untuk semua rekan dan keluarga di Samosir dan di luar Samosir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar