Sabtu, 06 Desember 2014

Untuk Adri Darmadji Woko

Andai aku penyair
Akan kurajut syair indah tentang dirimu
mengenai segala hal, yang pernah kita jalani
dalam kehidupan nyata,
karena dalam sepanjang masa
galaumu, adalah bebanku
dan senyumku adalah bahagiamu


Dulu dan kini sama saja
esok dan lusa, juga tidak berbeda
engkau dan aku, tetap terajut dalam hati yang sama
tetap dalam balutan persahabatan,
dan tetap setia ucapkan : Selamat Natal.

Ah, andai aku seorang penyair
tentu kalimatku akan mengalirkan kata dalam kalimat
yang mengisyaratkan kemurahan hati
karena hatimu dan hatiku satu adanya
***
S.E.N.Y.A.P


Gemerincing suaramu tak lagi berdentang
Rindumu pada pujian mulai menipis,
dari para dayang dan pemujamu
dan tak lama lagi akan sirna
karena keabadian bukanlah milik pencerca
apalagi hujatan hanya indah sekejab.

Yang benar adalah sebuah kepastian
angkara takkan mampu menenggelamkannya,
apalagi marah yang kau hujamkan dari bibirmu
berasal dari kecongkakan yg terpicu materi
dan kekuasaan yang bukan berasal dan tumbuh dari bibit kebaikan.

Ternyata pula, bahkan juru doamu,
yang kau tempatkan pada Singgasana PUJIANmu
kini mulai membisu, karena sebaris doa
hanyalah sebuah permintaan
dan tidak mampu memaksa Pencipta untuk semua yang terucap
apalagi di balik doa yg mengalir, tersembunyi kemunafikan
Sehibgga doa hanya menjadi basa-basi
yang hanya enak di telinga...

t’lah kau torehkan catatan hitam,
t’lah kau bungkam serta kau patahkan semangat juang
oknum yang setia mengayomimu, meski tidak terucap dalam kata
dan atawa dalam tindak kesehariannya,
karena dia tidak memiliki keleluasaan
tuk tumpahkan segala segala hal
...
...
dia tahu, dia menyadari
dia harus mampu menyembunyikan getir hatinya di dalam senyum dan tawanya.
***
S.I.B.U.K

Tolong baca judul di atas dalam bahasa Indonesia, dan menghilangkan titik di antara ke lima huruf yang tertera. Dan kalau kebetulan anda seorang Batak yang membaca tulisan pendek ini, pastikan, kata tersebut , tidak dan bukan bahasa BATAK , serta jangan pula anda assosiasikan ini sebagai benda yang menempel pada TULANG.

Ternyata, tanpa dihitung dan dikomando pun DESEMBER 2014 ini akan berakhir. Begitu juga Januari 2015, tanpa diundang pun dia akan hadir. Kenyataannya, hampir semua umat, karena sudah merupakan KONSENSUS UMUM, maka Januari adalah awal Tahun, dan Desember adalah akhir Tahun. Padahal apa sih bedanya, Januari, Pebruari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, dan Desember?

Bagi seorang pengharap, biasanya DESEMBER akan membuat simulasi, atau rencana apa yang akan dilakukannya tahun depan dimulai Januari. Dikukuhkannya hatinya, 2015 adalah tahun kesusksesan, kegemilangan. Dan untuk mengukuhkan apa yang ada di otaknya, diucapkannya mantera, berupa doa biasanya, agar Sang Pencipta, yaitu Tuhan yang terformat dalam pikirannya, akan merestui dan mengabulkan semua apa yang menjadi keinginannya.

Sebaliknya, bagi yang pesimis, Desember ini adalah bulan yang membuat otaknya tidak jernih. Dia akan memandang 2015 adalah tahun penuh kesuraman. Di benaknya semua redup, tak ada peluang, dan hidup akan semakin sulit. Dia akan mendata semua faktor kesulitan, dan tidak ada rumus untuk mengatasi kesulitan itu. Harga BBM yang hanya naik duaribu pun, akan dijadikan sebagai alat utama pemicu kenaikan yang lain, sehingga karena semua naik, maka penderitaan akan naik, sehingga ibarat film India, dunia pun, akan menjadi arena untuk mengalirkan air mata. Ketemu tiang listrik, menangis. Ketemu KA, menangis. Ketemu martabak, menangis. Maka, Sungai Gangga pun, tidak akan pernah kering, karena ada sumber air yaitu air mata.

DESEMBER 2014 yang menyisakan beberapa hari lagi, menghadirkan kesibukan hampir kepada semua orang. Tidak ada yang tidak sibuk. Pengusaha sibuk mencari uang untuk gaji atau upah bulan ke 13. Pembantu sibuk, menghitung-hitung, akan dikemanakan tunjangan yang diterima dari majikannya. Pembuat kombang layang, terus berhitung berapa banyak yang mengorder kombang layangnya, para pengusaha hotel, restauran, sudah teramat sibuk mempersiapkan diri untuk para tamunya, sementara, yang akan bepergian dan meninggalkan rumahnya, sibuk mengutak-atik kunci, atau mencari tenaga khusus untuk mengamankan rumah selama bepergian.

Kalau saat ini anda menghubungi orang lain, jawaban yang populer kita dengar, “Bulan depan saja.” Ntah mengapa dan sebegitu mudah bagi kita mengiyakan, jika jawaban itu kita terima. Padahal kalau dipikir-pikir, “LEBIH CEPAT, LEBIH BAIK.” Bukankah, “Tidak baik” menunda mengerjakan sesuatu yang bisa kita kerjakan saat ini? Tapi itulah kenyataannya, bulan Desember, biasanya selalu menjadi alasan yang pas untuk menunda sesuatu, terutama bagi pengutang. Biasanya Debitur, memiliki toleransi yang tinggi dan tidak berkendak memaksa agar sipengutang harus membayar. Mengapa begitu? Katanya, ini katanya, saya belum menyimaknya dengan seksama bahwa temperamen manusia di bumi di bulan Desember, relatif adem, karena matahari agak jauh dari bumi, dan itulah alasan utama, ini katanya lagi, Jesus Kristus dari Nazareth memilih lahir di bulan Desember, tepat di situasi bumi sedang sejuk dan hati manusia mabuk-kepayang dengan cinta dan kasih sayang.
***

“Dame na sumurung ma di hamu, kombanglayang, alame dohot sasagun ma di au.”
SELAMAT HARI NATAL
Dengan ucapan : Cantik tidak perlu mahal, bersama Obama Songket—Bisa Kredit 100 tahun, dengan Surat Jaminan dari KPK Debitur dan Kreditur hidup 2 x 100 tahun

Jumat, 28 November 2014

Ende Pulut Ni Rohami


Pulut Ni Rohami

Oleh Laris Naibaho
(depok 23.11.04)

Hutadingkhon do sude hasonangan
holan manghohop ho,
dang hupaloas nanggo apala sampiltik hata
na guit ro tuho.

Hape ikhon hubege ma ho
martata mangkuling
mekkel jala marembas di pesta
ni jolma na paleahon au
na mambaen tunduk simalolongki
mandongani ateatekku na madetuk so marhasoan.

Naeng hutimbung lombang na bagas i
Naeng huhaol ronggur dohot sillam
Asa marsada au dohot sude na manghaholongi au
Ai pulut do roham marnida au tariluilu di sihabunian i.

Ref.
On pe, dang taralo au sibaran lapalapa i.
simalolong ni anakku na uli lagu
dohot borukku na uli rupa i ma jambar
siboan hasonangan di au di portibion
tuntun ma lomom, mambaen sonang roham.
***

Minggu, 02 November 2014

Socrates dan Tigor Sitanggang



DIORDIOR

SOCRATES dan TIGOR SITANGGANG*)

Sesaat sebelum Socrates meminum racun yang disiapkannya sendiri yang kemudian merenggut nyawanya, dia mengucapkan kata-kata terakhir : “Criton, aku berutang Asclepios satu ayam, jangan lupa untuk memberikannya”.

Socrates diadili di pengadilan Athena dan dituntut hukuman mati dengan tuduhan,  dia telah meracuni pikiran-pikiran kaum muda dengan ajaran-ajarannya serta ketidak percayaannya pada ketuhanan—dewa-dewa, tetapi sangat yakin, bahwa segala sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah karena adanya “akal yang mengatur ” yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang rohani semata – mata.

Kendati murid-murid—pengikutnya, menganjurkan untuk menghindari hukuman mati,  agar dia melarikan diri dari penjara, yang ketika itu sangat mungkin, atau meminta pengampunan dari Penguasa Athena, Junani saat itu,  dengan menarik kata-katanya. Tapi kedua opsi itu ditolaknya dan tetap keukeuh memilih minum racun sebagai jalan menuju kematian untuk mempertahankan pendapatnya sekaligus membuktikan, dirinya  bukanlah pengecut, serta dia meyakini dirinya mewakili  kebenaran secara objektif. Socrates, membela yang benar dan yang baik,  sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang—“Katakanlah yang benar itu benar, dan masyarakat secara umum, meyakini itu adalah benar.”

Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan merupakan seorang filosof yang jujur juga berani. Bisa dibayangkan keberaniannya saat itu yang berani melawan Penguasa Athena, termasuk melawan semua cerdik-pandai, yang di dalamnya termasuk para “penjilat “ Penguasa saat itu, yaitu mereka yang  menyelewangkan KEBENARAN agar tetap eksis dan bisa berdampingan dengan Penguasa.

Menurut Socrates, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Apabila budi adalah TAHU berdasarkan timbangan yang benar, maka jahatnya dari orang yang tidak mengetahui,  karena tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar, sehingga tidak mampu menjalankan kebenaran yang benar.

***

Tigor Sitanggang*) yang sampai sekarang belum kita tahu siapa dan di mana dia berada, memang bukanlah (saya yakini) seorang Filsup seperti Socrates. Tapi dari status-status yang tertera di FB dan photo-photo yang diunggah, pastilah seorang aliran Socrates yang membela kebenaran Objektif dan bukan Kebenaran Relatif, sebagaimana para penjilat Penguasa di Athena, yang bisa memberi defenisi KEBENARAN sesuai versi mereka. Misalnya-angggaplah ini contoh yang aktual--yang terkini : “Membabat hutan, untuk dijadikan kebon singkong, demi memberikan kesejateraan kepada beberapa gelintir-puluh-ratus manusia  adalah benar, kendati kelak akan menimbulkan banjir dan membunuh ribuan manusia, atau menyengsarakan keturunan beberapa generasi kemudian.”

Kita menyaksikan dengan kasat mata pada era sekarang, Kebenaran Relatif itu menjadi sangat POPULER, sehinga dan ternyata tidak hanya yang tidak tahu saja yang sekarang ini jahat, tetapi yang tahu pun bisa lebih jahat daripada yang tidak tahu,  karena mereka bisa memanipulasi dan mencari-cari celah dari apa yang telah dia ketahui. Kenyataanya, justru kejahatan dari orang-orang yang berpengetahuan inilah yang lebih berbahaya saat ini, dan inilah yang dilihat Tigor Sitanggang sebagai sesuatu yang sangat mengerikan dan karena itu harus dilawan, bagaimana pun caranya.

Tanggapan-tangggapan kepada tokoh ini sejujurnya mayoritas mendukung dan memberi hormat, karena semua statusnya, sepertinya berlandaskan data yang akurat, dan tidak ada tendensi untuk kepentingan pribadi, tetapi lebih pada rasa prihatin yang mendalam serta murka melihat tingkahlaku para Pemangku Jabatan di Samosir. Semua yang dilakukannya, secara implisit mengandung kecintaan yang sangat dalam  ke Samosir. Patut diduga, tokoh ini, lahir dan besar serta pernah menjadi karyawan Pemkab, tetapi tersingkir karena tidak ikut arus permainan kelompok yang jahat tadi.

Tulisan ini tidak bermaksud agar tokoh ini ke luar dari “persembunyiannya” dan mengatakan, “ Ini dadaku, mana dadamu?” lalu kemudian secara heroik membuka data yang akurat itu ke masyarakat, melaporkannya ke Kejaksaan atau KPK, walaupun mungkin itu sudah  dilakukan secara “sembunyi-sembunyi.”

Tidak juga menganjurkan agar dia datang ke Kantor Bupati dengan membawa bundelan-bundelannya di tangan kiri dan bensin atau racun  di tangan kanan untuk membela kebenaran ala Socrates, tidak. Sekali lagi tidak. Tetapi, apa pun, tanggapan masyarakat dan yang memberi comment dan curiga, kalau di balik itu semua ada hasrat tersembunyi untuk menggolkan rekannya menjadi Bupati di 2015, tidak juga bisa dinafikan. Tapi kalau saya ditanya, perlukah tokoh ini ke luar dari sarang ? Saya harus mengatakan, karena ini bukan zaman Socrates yang belum ada CCTV, maka tetaplah SEMBUNYI, biar seru dan tetap membuat hati PENASARAN, seperti nyanyian Rhoma Irama, “ Sungguh mati aku masih penasaran...”
***
·         *)Tigor Sitanggang yang dimaksud di sini, adalah Tokoh yang ada di Akun Facebook, dan bukan yang lain.

·         Selamat hari Minggu untuk semua rekan dan keluarga di Samosir dan di luar Samosir.

Sabtu, 01 November 2014

Nahum Situmorang dan Sidharta Gautama

NAHUM SITUMORANG DAN SIDHARTA GAUTAMA
(lembar pertama)

Kita memerlukan kata, KECUALI. Kalau kata ini sampai dicabut dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI) dan apalagi dilarang penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, saya yakini akan tercipta ketidakadilan. Ada ungkapan yang sangat terkenal di masyarakat Inggeris, “There is no rule without exception.—Tidak ada hukum tanpa kecuali.”, karena itu dalam tulisan saya di dalam buku MERENUNG DIBALUT SENYUM, yang salah satu berjudul, “MAAFKAN SAYA INANG BAO”, memastikan, bukan  Dosa tak berampun, jika seorang Bao,harus memangku Inangbaonya, jika hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan jiwa manusia dan terhindar dari hukuman Tuhan. Sebab, bukankah Tuhan memerintahkan untuk mengasihi orang lain seperti diri sendiri?

Katanya, tapi apakah ini adalah hasil penelitian dan merupakan sebuah kesimpulan,  bahwa orang Batak di dalam hidupnya  yang sesungguhnya,  tujuannya adalah untuk mengejar 3 H atau 3 K: Hamoraon—Kekayaan , Hagabeon—Kebahagiaan,  dan Hasangapon—Kehormatan. Setelah ketiga hal ini dicapai, maka barulah seseorang itu bisa disebut, Saur—Sempurna.

Sepertinya tidak ada yang salah dari tujuan ini. Menjadi kaya, lalu bahagia, kemudian terhormat, bukankah ideal? Secara apriori, saya yakin 3H ini ada di ambang sadar setiap insan manusia, tidak terkecuali orang Batak. Artinya, mungkin semua manusia di kolong langit, bercita-cita menggapai 3 H tersebut dengan caranya  masing-masing. Tetapi dan lalu menjadi pertanyaan, apakah benar, seorang KAYA dari  hasil menjarah, atau menipu, atau korupsi itu bahagia dan bisa diberi label sebagai seorang TERHORMAT?

Semua orang tahu siapa seorang Akil Muchtar. Saya berani menyebut namanya di sini, karena bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini sudah menjadi terpidana. Apakah dia seorang yang Terhormat?  Begitu juga dengan siapalah yang ada di benak Anda  orang Batak yang banyak uang tapi hasil korupsi dan kemudian menjadi penghuni hotel Prodeo, apakah yang bersangkuta ini yang dimaksud dengan TERHORMAT?

Tak pelak lagi, saya harus hormat kepada Nahum Situmorang, yang maaf, bukan karena kebetulan dia menjadi Tulangnya si Obamaputralaris, sehingga berlandas ke Dalihan Natolu, dan karena itu, saya mutlak harus hormat padanya, yang mengatakan :

(Maragam-ragam  doanggo sitta-sitta di hita manisia

Hamoraon, hagabeon, hasangapon,

Ido di lului nadeba

Di nadeba asalma tarbarita goarna tahe



Anggo di au asingdo  sitta-sitta KECUALI

Tung holong ni roham si sambing—HANYA—jadi, tidak ada yang lain

Na huparsitta-sitta.

Tung asi ni roham ma ito unang loas au maila...
....)

Barangkali saja, apa yang disampaikan NS ini, hanya bisa dipakai dalam lagu dan tidak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Bahkan yang lebih pahit, bisa saja anda menyetir kalimat-kalimat sumbang yang menyebut, “Nadila Parende” dan menambahkan, “Ai boi do bosur siubeon molo holan marende?”
 
Terserahlah. Tetapi, tak salah juga seperti  yang disampaikan oleh anak si Tukang kayu, “Manusia hidup tidak hanya dari sepotong roti, tapi juga dari karunia si Pencipta.” Karena ternyata kalau tujuan manusia adalah untuk merebut KEBAHAGIAAN dan karena itu menjadi TERHORMAT, apakah selalu dengan memiliki harta yang berlimpah sebagai sarananya? Karena seperti disebutkan di atas, Akil Muchtar di mata sebagian besar Masyarakat Indonesia, TIDAK LAGI TERHORMAT, meski dia sempat memiliki harta,  yang jika dipakai untuk membangun jalan Lingkar Pulau Samosir masih lebih dan sisanya bisa membeli kapal korek untuk dipakai mengeruk terusan Tano Ponggol.
***
Selamat menyongsong hari Minggu

(Molo mangaleon durungdurung marsogot,
molo na mera do warnani hepeng i,
unang pola dipatudutudu tuhombar jolo manang tu dongan na di samping...)






Jumat, 31 Oktober 2014

GURU DAEK

Kalau dia masih hidup, saya akan sempatkan pulang dan singgah di rumahnya di Simangonding, TANO PONGGOL, Pangururan, Samosir. Saya merindukan sosoknya yang santun, memiliki kharisma tinggi, dan sangat disegani oleh lawan dan kawannya.

Oleh Almarhum Among, kami bertiga, JJ Corleman Naibaho, Edison Naibaho dan saya sudah dipajae di Simangonding, dengan membangun kios yang kami sebut petak, persis di depan rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Rakhman Naibaho. Di petak itulah kami tinggal sambil berdagang dengan menjual macam-macam kebutuhan pokok sehari-hari, antara lain roti kelapa, ketawa dan minyak tanah.

Yang saya pentingkan dari dia, hanya mau mendapatkan jawaban untuk pertanyaan yang selama puluhan tahun mendekam di otak saya, yaitu, mengapa dia begitu ditakuti dan disegani di Kaban Jahe, Tanah Karo, Haranggaol, Simalungun dan di Samosir tentunya. Padahal setahuku, dia bukan pembunuh, bukan juga yang suka, anggar jago, pajago-jagohon atau yang sukanya memukuli orang. Setahuku, hanya sekali dia manopar—memukul seseorang di Tano Lapang, hingga wajah yang dipukulnya berdarah-darah, lebih pada sikap yang dipukulinya itu mau coba-coba, sejauh mana sebetulnya kehebatan Guru Daek ini sebagaimana diceritakan orang lain.

Jujur, di waktu kecil, saya teramat takut bertemu sosok ini. Kalau kebetulan dia membeli rokok atau sesuatu dari petak kami, hati sudah degdegan. Tak berani menatap wajahnya. Padahal Guru Daek ini, kalau berbicara, suaranya lembut dan sikapnya amat santun. “Dia jo sabungkus Union Filter i anggia," pintanya dengan suara lembut. Dia selalu santun kepada siapa pun, termasuk ke anak-anak. Saat itu, Abang saya duduk di SMP Budimulia dan saya masih SD.

Suatu ketika, saya manangi-nangi, bahwa Guru Daek ini memberi nasehat kepada anakbuahnya, kalau tidak salah sebut, namanya Japuti, kalau duduk di Lapo, atau di tempat umum, harus membelakangi tembok dan menghadap arah pintu orang masuk. Katanya, siapa tahu ada lawan atau musuh datang. Kalau musuh datang harus dihadapi, bukan untuk dihindari. Dengan menghadap langsung ke arah pintu masuk, maka ada kesiapan untuk menangkis dan memukul balik sang musuh .

Seingat saya, dari cerita-cerita anakbuhnya yang datang ke petak kami, Guru Daek ini, bukanlah seorang pemarah dan tidak suka marah-marah. Tetapi apa yang diperintahkan ke anakbuahnya,  tidak seorang pun di antara anakbuahnya yang berani melawan. Dan yang paling saya ingat, katanya, Guru Daek ini pantang mengetahui dan membiarkan anakbuahnya lapar atau kelaparan. Konon, kalau anakbuahnya tidak punya uang dan perut lapar, mereka akan datang ke lapo dengan santun, dan meminta disediakan makanan dan yang akan membayar adalah Guru Daek. Dan jangan salah, berapa banyak pun biaya atau harga makanan yang disantap anakbuahnya, Guru Daek selalu setia membayarnya.
***

PARMAHAN SO MARBATAHI

Beberapa tahun lalu,saya sempat menjadi “murid” Prakitri Tahi Simbolon, seorang Doktor asal Rianiate. Selama menjadi murid, dia membekali saya dengan begitu banyak Ilmu Kepemimpinan. Sayangnya, saya tidak mampu mencernanya secara baik dan benar, karena tahulah kalian si Prakitri Tahi Simbolon ini, dikiranya semua orang yang diajarinya secerdas dirinya, sehingga banyak yang di tengah jalan, kalau tidak mundur teratur. yang meneruskan, bisa dipastikan otak sang murid  akan mengarah ke “pesong” karena pasti tidak kuat untuk menampung semua yang dikatakan--diajarkannya.

Meski saya mundur teratur, tapi selama menjadi murid, masih ada yang terekam di otak saya, yaitu jabarannya tentang, bahwa sebenarnya,  orang Batak itu bukanlah orang kasar seperti yang dilabeli oleh kelompok tertentu. Orang Batak itu, bahkan mungkin orang aatau suku yang paling santun dan terlembut hatinya daripada semua suku yang ada di dunia.  Menurut Prakitri, hanya orang Bataklah yang mengajarkan cara memimpin ala : Parmahan so MARBATAHI--penggembala tanpa pecut. Pamuro so MARUMBALANG—Karena itu, saya teramat risih sekaligus geram, kalau ada calon Bupati yang AROGAN—yang bicaranya, ini menurut saya, tidak lagi santun dan apalagi yang—akan “Mangompashon Bolonna dohot Mangalipathon ganjangna.”—yang tidak lagi mengindahkan Kaedah Hukum yang berlaku, yang tanda-tandanya akan menyelesaikan segala sesuatunya dengan kekerasan--balga   nibotohon, atau yang barangkali akan “menggembalakan” PAREMAN untuk mewujudkan keinginannya.
***
Salam untuk keluarga di Samosir.
Mulak ma hita tu pangalaho na ni ajarhon ni Omputta.

(Pantun hangoluan,
Tois hamagoan.)

Jumat, 24 Oktober 2014

MAKAN SIANG,URAP dan (yg) DIURAPI

Persoalannya memang sepele hanya karena urap, suami isteri ini harus diam-diaman bahkan mungkin akan ke Pengadilan meminta palu Hakim diketok, dan kemudian bercerai.

Hasil gambar untuk urapCerai memang sesuatu yang tidak enak didengar di telinga. Lebih tidak enak lagi menjalankannya, karena “Jika dua hati memadu, maka bayangan perpisahan adalah sesuatu yang sangat menakutkan.” Bayangkan, jika hati yang terajut puluhan tahun lamanya, dan di Altar pun sudah dikumandangkan, “Hanya kematian yang bisa memisahkan kita"  tetapi harus berpisah hanya karena urap, sayur atau salad ala Jawa ini memercikkan pertikaian kepada sepasang suami – isteri ini.

Pasalnya sederhana. Siang itu, mereka memilih tidak memasak di rumah dan memutuskan makan di Warteg dekat rumah. Tahulah kedua orang ini, yang memahami masalah kesehatan, dan tahu persis makan siang mutlak makan sayur, karena sesuai dengan tatakelola kesehatan mengonsumsi sayur baik bagi kesehatan, karena sayur berfungsi untuk membantu pencernaan, dan dengan pencernaan bagus, maka fungsi darah akan lancar sehingga jantung akan bekerja dengan baik.

Rupanya, ketika siang itu mereka masuk Warteg, si urap hampir habis dan porsinya hanya layak untuk satu orang. Mereka pun bertatapan seakan masing-masing meminta untuk diberi hak istimewa untuk mendapakan urap itu. Tapi si Isteri “mengalah” melihat tatapan tajam suaminya yang seperti mata harimau yang siap memangsa, kendati oleh karena itu, malam dan malam berikut dan berikutnya selalu membelakangi suaminya dan tidak lagi melakukan kewajibannya. Bisa dipahami, “bila sebuah toko sering tutup, maka konsumen pasti akan pindah ke toko yang lain.”

DIURAPI
Urapan membuat seseorang menjadi berbeda dari orang lain, sehingga ia mampu melakukan pekerjaan Tuhan dengan berhasil sesuai dengan kehendak Tuhan. Seorang yang diurapi, mungkin saja, ini mungkin, disebut telah diurapi, apabila seseorang itu memiliki harta benda, uang berkarung-karung, dan kekuasaan melebihi yang lain atau jauh lebih besar daripada orang di sekitarnya. “Benarlah kau seorang yang diurapi, bah!” Tetapi sesungguhnya tidak demikian.

Sudah pasti, seseorang bukanlah termasuk yang di-URAPI kendati memiliki harta yang banyak, tapi hasil menipu, memiliki kekuasaan karena membeli atau seorang yang sukanya berpura-pura, munafik, pun yang segala perbuatan yang dilakukannya bukan berasal dari kasih Tuhan, semisal menyumbang gereja hanya agar dianggap baik dan agar jemaatnya nanti memilih dia untuk jadi Bupati, karena arti URAPAN itu sendiri sesuai asal katanya dari Yunani, Chrio, adalah Karya Roh Kudus dalam orang percaya, dan merupakan pemberian ilahi pada orang-orang percaya untuk melakukan pekerjaannya.

Dapat disimpulkan, tetapi tetaplah hak anda memberi label kepada seseorang sebagai seorang yang diurapi atau tidak. Namun sesungguhnya, seseorang yang kaya, berkuasa, dan banyak pengikut tidak serta-merta bisa disebut sebagai seorang yang diurapi, jika belum hidup sederhana, tidak melakukan penipuan, misalnya balon bocor disebut hanya kempes, atau kacang sekilo tapi sudah dioplos dengan 2 ons pasir. Hati-hatilah melakukan penyebutan itu, karena Saddam Husein, yang semasa hidupnya sebelum digantung, adalah orang kaya, orang kuat, orang hebat, tetapi saya pastikan dia bukanlah seorang yang diurapi. Karena itu tadi, maaf, semua yang dihasilkan; harta yang diperolehnya adalah adalah hasil korupsi dan kekuasaannya yang didapat dari keserakahan dan kekejaman...

Maka itu, ini hanya himbauan, siapa tahu anda sempat melabeli diri anda sebagai seorang yang diurapi, tapi menyimpang dari pengertian di atas, silahkan INTROSPEKSI dan ada baiknya, masuklah ke bilut mu, dan berdoalah, “Amang Debata, sahat tu Ho ma sude daging dohot tondingki, jora ma ahu.”
*** 
Selamat berSabbath besok.
jayalah SAMOSIR ku.