Sabtu, 01 November 2014

Nahum Situmorang dan Sidharta Gautama

NAHUM SITUMORANG DAN SIDHARTA GAUTAMA
(lembar pertama)

Kita memerlukan kata, KECUALI. Kalau kata ini sampai dicabut dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI) dan apalagi dilarang penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, saya yakini akan tercipta ketidakadilan. Ada ungkapan yang sangat terkenal di masyarakat Inggeris, “There is no rule without exception.—Tidak ada hukum tanpa kecuali.”, karena itu dalam tulisan saya di dalam buku MERENUNG DIBALUT SENYUM, yang salah satu berjudul, “MAAFKAN SAYA INANG BAO”, memastikan, bukan  Dosa tak berampun, jika seorang Bao,harus memangku Inangbaonya, jika hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan jiwa manusia dan terhindar dari hukuman Tuhan. Sebab, bukankah Tuhan memerintahkan untuk mengasihi orang lain seperti diri sendiri?

Katanya, tapi apakah ini adalah hasil penelitian dan merupakan sebuah kesimpulan,  bahwa orang Batak di dalam hidupnya  yang sesungguhnya,  tujuannya adalah untuk mengejar 3 H atau 3 K: Hamoraon—Kekayaan , Hagabeon—Kebahagiaan,  dan Hasangapon—Kehormatan. Setelah ketiga hal ini dicapai, maka barulah seseorang itu bisa disebut, Saur—Sempurna.

Sepertinya tidak ada yang salah dari tujuan ini. Menjadi kaya, lalu bahagia, kemudian terhormat, bukankah ideal? Secara apriori, saya yakin 3H ini ada di ambang sadar setiap insan manusia, tidak terkecuali orang Batak. Artinya, mungkin semua manusia di kolong langit, bercita-cita menggapai 3 H tersebut dengan caranya  masing-masing. Tetapi dan lalu menjadi pertanyaan, apakah benar, seorang KAYA dari  hasil menjarah, atau menipu, atau korupsi itu bahagia dan bisa diberi label sebagai seorang TERHORMAT?

Semua orang tahu siapa seorang Akil Muchtar. Saya berani menyebut namanya di sini, karena bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini sudah menjadi terpidana. Apakah dia seorang yang Terhormat?  Begitu juga dengan siapalah yang ada di benak Anda  orang Batak yang banyak uang tapi hasil korupsi dan kemudian menjadi penghuni hotel Prodeo, apakah yang bersangkuta ini yang dimaksud dengan TERHORMAT?

Tak pelak lagi, saya harus hormat kepada Nahum Situmorang, yang maaf, bukan karena kebetulan dia menjadi Tulangnya si Obamaputralaris, sehingga berlandas ke Dalihan Natolu, dan karena itu, saya mutlak harus hormat padanya, yang mengatakan :

(Maragam-ragam  doanggo sitta-sitta di hita manisia

Hamoraon, hagabeon, hasangapon,

Ido di lului nadeba

Di nadeba asalma tarbarita goarna tahe



Anggo di au asingdo  sitta-sitta KECUALI

Tung holong ni roham si sambing—HANYA—jadi, tidak ada yang lain

Na huparsitta-sitta.

Tung asi ni roham ma ito unang loas au maila...
....)

Barangkali saja, apa yang disampaikan NS ini, hanya bisa dipakai dalam lagu dan tidak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Bahkan yang lebih pahit, bisa saja anda menyetir kalimat-kalimat sumbang yang menyebut, “Nadila Parende” dan menambahkan, “Ai boi do bosur siubeon molo holan marende?”
 
Terserahlah. Tetapi, tak salah juga seperti  yang disampaikan oleh anak si Tukang kayu, “Manusia hidup tidak hanya dari sepotong roti, tapi juga dari karunia si Pencipta.” Karena ternyata kalau tujuan manusia adalah untuk merebut KEBAHAGIAAN dan karena itu menjadi TERHORMAT, apakah selalu dengan memiliki harta yang berlimpah sebagai sarananya? Karena seperti disebutkan di atas, Akil Muchtar di mata sebagian besar Masyarakat Indonesia, TIDAK LAGI TERHORMAT, meski dia sempat memiliki harta,  yang jika dipakai untuk membangun jalan Lingkar Pulau Samosir masih lebih dan sisanya bisa membeli kapal korek untuk dipakai mengeruk terusan Tano Ponggol.
***
Selamat menyongsong hari Minggu

(Molo mangaleon durungdurung marsogot,
molo na mera do warnani hepeng i,
unang pola dipatudutudu tuhombar jolo manang tu dongan na di samping...)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar