Bila Perlu, Benggali Jadi Bupati
Sore ini Jamordong menjadi nara
sumber utama di seminar yang diadakan oleh salah satu LSM yang bertajuk “Mencari Pemimpin Yang Amanah”
.
.
Seminar yang dihadiri oleh
tokoh-tokoh masyarakat dari utusan marga-marga, Pers, juga para kandidat yang
akan bertarung memperebutkan kursi nomor
1 di Kabupaten, sedikit agak tegang. Situasi memanas manakala Jamordong mulai
mengaitkan kepemimpinan dengan marga yang sangat dominan pada masa yang lampau,
tetapi secara faktual tidak mampu memimpin dan melaksanakan apa yang
dilontarkan pada saat kampanye.
“Bukan marga yang tidak kompeten.
Anda keliru, Jamordong! Jangan marga kami yang disalahkan, tapi oknumnyalah
yang tidak becus. Anda tahu, kami pun sangat kecewa dengan kinerjanya. Tarik ucapan Anda, atau anda kami laporkan ke
Polisi sebagai telah ‘melakukan perbuatan tidak menyenangkan’ Lontaran anda sangat jelas telah menghina
marga,” ujar Jahormat, yang menjadi juru bicara sebuah marga yang ikut dalam
seminar itu.
“He, ini Seminar Lae. Bukan Lapo tuak
.Saya sedang menjelaskan, bahwa pada waktu yang lalu, saya memilih Bupati yang sekarang
menjabat, bukanlah berdasarkan ratio.
Saya tahu kapasitas dan juga track record dia sebelumnya, minus. Tapi
karena pardijabu (isteriku) semarga
dengan dia, pun marga mereka merupakan
Bonaniari marga kami, yang tentu secara adat kami harus patuh, maka saya dan
seluruh keluarga besar memilih dia waktu
itu. Begitu faktanya,” sambut Jamordong berapi –api.
“Kalau begitu, apa solusinya?”
kejar Jamordong. “Anda jangan hanya melontarkan sesuatu, tanpa bisa memberi
jalan ke luar, agar kelak kita bisa mendapat pemimpin yang amanah. Artinya apa yang ke luar dari
bibirnya begitu juga di hatinya, dan dilaksanakan sepenuhnya. Tidak seperti sekarang ini, Pembangunan
terlantar, bahkan sayup-sayup saya dengar penebangan hutan bukan malah stop,
tapi makin menggila, belum lagi pencemaran danau yang katanya akibat adanya perusahaan
perikanan asing yang lahannya ada di danau yang kita cintai ini,”tambah
Jahormat dengan suara lantang. Tak kalah lantang dari Jamordong.
“Mauliate, Lae. Berarti sebenarnya kita memiliki keprihatinan yang
sama dan sebangun. Di usia kita yang mulai senja, seharusnya kita merapatkan
barisan, agar kita berpikir dan bertindak hal yang sama, sehingga kita bisa
memilih pemimpin yang benar. Yang Amanah. Yang kelak bisa membawa daerah kita
ini maju, lestari hutannya, lestari
tanahnya, lestari danaunya, dan sejahtera rakyatnya. Maka dari sekarang sudah
kita buatkan kriteria yang harus dimiliki oleh calon Bupati sebelum bertarung di Pemilihan.”
“Tolong perjelas maksudnya. Jangan
ngambang. Saya belum melihat inti dari apa yang barusan anda sebutkan,” kejar
Jahormat.
“Makanya Lae, kalau diskusi selain
mendengar, perhatikan juga apa yang tersirat dari lawan bicara, karena seminar
yang hanya beberapa jam ini, tidak cukup waktu untuk menjelaskan semuanya.”
“Okelah. Teruskan!”
“Jadi, seperti yang saya uraikan
sejak awal, ke depan, kita tidak lagi harus persoalkan marga apa yang harus
memimpin daerah ini. Sekali lagi, bukan soal marga. Ini harus kita sampaikan
kepada seluruh masyarakat, agar mulailah menggunakan rasio atau akal pikiran sehat
dalam memilih pemimpinnya. Nadae do dohonon, bila perlu, Bunggali i ma binaen gabe Bupati, asalma tingkos jala jujur mangulahon. Unang
be nian dohot mangarampok hutaon—Cuma sungkan saja untuk mengatakan, bila
perlu, Benggali itu kita pilih jadi pemimpin, asalkan benar dan jujur dalam melakukan tugasnya, serta tidak pula “merampok”
daerah ini untuk kepentingan diri sendiri.
“Artinya, kita harus mengajak
rakyat memilih bukan berdasarkan marga, kerabat atau karena hubungan-hubungan
kekerabatan lainnya? Tapi yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya membangun
daerah ini tanpa pamrih?” Lanjut Jahormat.
“Mula-hulak pertanyaanmu. Na-kopi-on do ho manang naung male?—Bolak-balik
pertanyaanmu. Jangan-jangan kau kebanyakan minum kopi atau karena sudah lapar?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar