Rabu, 12 Maret 2014

TAGLINE

TAGLINE, ITU SLOGAN KHAN?

Lidah memang tidak bertulang. Coba ada tulangnya, pasti akan sangat sukar menjulurkan ke luar dari mulut. Berbicarapun mungkin akan sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Tanpa tulang saja, kalau si lidah sedikit luka atau bengkak, bahasa yang keluar pun  sudah cadel-cedol.

Mungkin  anda pernah mendengar istilah di kampung, “Si ganjang dila”.  Label ini biasanya diberikan kepada seseorang yang teramat mudah mengumbar kata-kata tetapi  tidak sesuai dengan faktanya. Atau seseorang yang membesar-besarkan sesuatu, atau “ manggang”, atau yang suka berjanji, tapi tidak berkehendak untuk menepatinya. “Ah, usah kau dengar si Ganjang dila itu…!”
***
Berpikir bebas memang tidak ada yang melarang, bebas sebebas-bebasnya,  termasuk berkata-kata di dalam hati. Silahkan berpikir, karena hal tersebut adalah karunia Ilahi. Tapi jika kata-kata hasil ramuan pikiran sudah ke luar, baik lisan apalagi tertulis, maka ada konsekwensi yang diemban, termasuk sanksi hukum di antaranya. Tapi tulisan ini, tidak sedang menyerempet kaedah hukum, biarlah hal tersebut menjadi urusan POLISI, JAKSA, HAKIM. Jangan sampai kita mengambil alih tugas mereka. Kalau itu terjadi, runyam—rusaklah tatanan yang ada.

Surga sebagai keterangan tempat masih dalam imajinasi.  Letaknya di mana, dan seperti apa tempat itu, belum ada yang bisa menggambarkannya secara konkrit. Tetapi hingga 2014, bagi banyak orang, Surga adalah sebuah tempat yang indah,  dan penduduknya yang tinggal di sana,  hidup dengan tenteram, nyaman dan bahagia.  Konon, penduduknya yang hanya 144.000 orang tu,  tidak dibebani apa pun, kecuali menyenangkan hati sesama, yang secara otomatis juga menyenangkan hati Tuhan. Di sana, tidak dijumpai lagi seseorang yang mengeluh, apakah  karena tidak makan, tidak minum,  atau tidak berpakaian. Yang paling spektakuler di sana, pemuda dan pemudi yang berasal dari bumi yang  terpilih masuk Surga karena berperangai baik di bumi, pemudinya akan dikelilingi  para Bidadari, yang wajahnya jauh lebih cantik daripada REGINA dan wanita akan dikelilingi pria yang lebih ganteng daripada Farhat Abas, atau Saiful Jamil.

Jelasnya, hingga 2014 belum ada yang berani memberi statatemen, atau status di FB,  Twitter atau di media manapun,  kalau Sorga itu jelek, acak-acakan, dan penghuninya melarat kekurangan makan dan minuman. Maka, kalau ada TAGLINE “Samosir adalah kepingan Surga”, ini sebuah analogi yang bertolak belakang, bahkan memorakporandakan imajinasi orang tentang Surga. “Kalau berbuat baik upahnya Surga, dan ternyata Surganya hanya seperti Samosir, lalu untuk apa juga masuk Surga?”

Bukan apa-apa, juga tidak bermaksud mengatakan, bahwa Samosir itu Neraka. Sebab, sama halnya dengan Surga, sebagai keterangan tempat, belum pernah ada seseorang yang bisa menggamparkan secara akurat, Neraka itu seperti apa! Tetapi, sepertinya,  dari cerita-cerita para Pendeta, Ustad, (maaf, kendati juga,  mereka belum pernah ke sana) bahwa di Neraka itu, jalan-jalannya rusak. Airnya tidak jernih. Sampah bertebaran di mana-mana. Sulit mencari mata air yang bening, meski terdapat danau yang maha luas. Dan di sana-sini, anak-anak tidak terawat, dekil, dan  ibu-ibu  masih suka menangis pilu karena tidak memiliki makanan yang cukup untuk dibagikan kepada anak-anaknya, sementara para  suami masih lebih banyak menghabiskan waktunya di kedai tuak. Dan yang paling terlihat di Neraka, penghuninaya, satu sama lain saling mencurigai, sementara Kepala Pemerintahan berikut bawahannya secara berjamaah mengambil yang bukan haknya alias KORUPSI.

Ikan tentulah berekor ikan, tidak mungkin juga bersirip cacing, atau bersayapkan bulu ayam. Kalau SAMOSIR adalah Kepingan Surga seperti TAGLINE itu, mari kita ke sana.  Pasti di Samosir itu, tidak diketemukan segala sesuatu seperti apa yang digambarkan orang tentang ciri-ciri NERAKA. Selamat berkarya MANGINDAR SIMBOLON dan seluruh Staf. Majulah Samosir.

***
penulis adalah calon Direktur Eksekutif FORUM PEMBELA-PENYANJUNG PEMIMPIN SAMOSIR (FPPPS)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar