Sabtu, 29 Maret 2014

CALEG dan Qing Ming (1)

Bagi saya, mepersoalkan apakah ada hubungan antara orang mati dengan orang yang masih hidup, tidak terlalu penting. Kalau pun mau berlama-lama dalam forum diskusi, lebih pada mengisi waktu, karena kenyataannya, kecuali Jesus dari Nazareth, belum ada yang bangkit dari kematian yang bisa menjelaskan secara detail, apakah ada hubungan itu atau tidak.

Komentar seorang sahabat di FB ini, “Jalan Tuhan tidak terselami oleh Manusia", menenteramkan hati saya, sehingga jika tadinya saya bermaksud “Menghujat” Caleg yang pergi ke kuburan, pupus. Atau saya kubur habis dalam sanubari. Biarkan saja. Bukankah, segala sesuatunya, termasuk pikiran manusia adalah mistery?

Artinya, dari pendapat sahabat ini, saya menjadi toleran dan membekali diri dengan, “Pikirannya adalah pikirannya. Pikiranku, adalah milikku.” Dengan cara seperti itu, hati saya menjadi tenang. Toh, ternyata, belum ada satu pun Gereja, Mesjid, Klenteng atau Organisasi agama apa pun di bumi ini yang melarang orang ke Kuburan untuk melakukan ritual, bahkan berdoa di sana. Bukankah berdoa bisa di mana-mana? Terserah dialah mau berdoa di mana dan kepada siapa, sesuai yang ada di Pikirannya. Karena, percaya atau tidak, dalam tubuh yang terdiri dari Jasmaniah dan rohaniah ini, Tuhan telah menanamkan sebuah chiep yang menghubungkan setiap manusia dengan-Nya.

Jadi, tanpa bermaksud membatasi pikiran anda, biarlah seseorang, siapa pun dia, melakukan ibadahnya sendiri kepada Tuhan, di tempat di mana dia ingin memanggil Tuhan, yaitu Tuhan yang ada di pikirannya, tanpa harus menghakimi yang bersangkutan sebagai seorang yang murtad, atau label lain yang sebangun dengan itu.
***
Saya suka lagu ini…

(Uju di ngolukkohon,
tupa ma bahen akka nadenggan…dst

Molo dung mate au, manortor
marembas, dang adong be gunani)


Dan setiap kali mendengarnya, ada kepiluan di dalam hati, air mata pun berlinang. Pikiran lalu berkelana ke masa silam mengingat Among dan Inong, yang meskipun menurut hemat saya sudah berbuat yang terbaik kepada mereka sebatas kemampuan yang ada, tak urung menyesal, karena teramat banyak yang belum terwujud yang sedianya kupersembahkan kepada mereka semasa hidupnya, seperti tertuang dalam salah satu dari 10 perintah : “Ikhon Pasangapon mu Natorasmu…
Kini, setiap kali ingat mereka, tubuh ini seakan ingin mengangkasa, terbang mengarungi samudra, untuk menjejakkan kaki di samping kuburannya yang ada di kaki Pusuk Buhit untuk mengajak mereka “berbincang-bincang “ dan menumpahkan segala uneg-uneg di hati, tentang perjalanan hidup setelah mereka tiada.

Hati telah diteguhkan, sikap telah dipatri, cepat atau lambat, saya akan ke sana, dan jika keberuntungan berpihak, akan memperbaiki kuburan itu supaya indah dilihat oleh mata. Sudah barang tentu, akan banyak yang menentang dan berujar, bahwa bukanlah sikap yang bijaksana memperbaiki kuburan, karena tidak mengahasilkan apa-apa bagi yang hidup dan lebih baik memperbaiki atap rumah keluarga yang sudah bocor atau membangun yang sangat bermanfaat bagi yang masih hidup akan coba saya abaikan. Sekali lagi, “ Pikiranku adalah milikku,” dan kita bisa berbeda pikiran.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar