Pengalaman berjualan pancake
durian ini membuat hidup menjadi bergairah. Kecuali hati yang senang dan nyaman
dan sudah barang tentu tanpa rasa takut, karena tidak mungkin akan ada orang KPK yang secara diam-diam
menyelusup untuk memata-matai kegiatan.
Kemarin, datanglah telepon dari
podusennya dari Medan. Halak hita
yang selama itni kupanggil Ito, kendati
sebenarnya suaminya, masih bisa kupanggil Tulang, karena beberapa Inangtuaku dan Inangudaku semarga dengan suaminya.
“Ito, besok pancake melalui Cargo Garuda, akan tiba di Jakarta, kira-kira pukul
10.00. Dan kalau jalan tidak macet, pancakenya
sudah bisa diterima di Depok sekitar antara pukul 12.00-13.00,” ujar si Ito ini
dengan serius. “Tunggu aja Ito. Maaf, mungkin jadi terganggu sedikit, karena
kiriman jatuh pada hari Minggu. Maaf, iyah Ito…,” tambahnya.
“ Tidak apapa. Saya biasa bekerja
total pada hari Minggu. Karena pembeli pun lebih banyak yang hari Minggu dibanding hari biasa,” jawabku.
“Memang ito tidak ke Gereja kalau
hari Minggu? “ tanyanya dengan nada selidik.
“Ah, saya setiap detik ke Gereja
Ito. Kalau sekali seminggu terlalu lama. Saya pengagum dan pemuja Tuhan. Karena
itu, maka setiap detik saya menjumpainya di Bait Allah,” ujarku lagi. “Tapi,
haha ha, nantilah kita bissara
tentang itu kalau ito dan Lae jadi
datang di Jakarta,” tambahku.
“ Sebentar lagi akan saya sms no
Hp SIAMANG yang mengantar ke sana Ito. Soalnya yang mengirim sebelumnya tidak
bisa. Kata dia, di rumahnya sedang
arisan. Jadi, aku minta tolong pada SIAMANG, untuk mengambil dari Bandara dan mengantar
langsung ke Depok. Kalau SIAMANG itu
menelpon tolong HPnya diangkat iyah Ito!” pintanya.
“SIAMANG?” tanyaku terkejut.
Soalnya baru sehari sebelumnya saya menonton film Tarsan di Global TV, yang
pemerannya ada juga SIAMANG.
“Ya, Ito. SIAMANG juga sudah
mengOke khan, dan tidak ada masalah,”
jelasnya.
“Janganlah ito. Apa tidak ada
manusia yang bisa ito cari untuk mengantar, mengapa harus SIAMANG?” tanyaku
lagi, dengan nada serius. “Lagi pula, aku takut, takut sekali dekat dengan
SIAMANG. Dari dulu aku takut! karena Tahun 1970 pernah kubaca di SIB, ada
SIAMANG perempuan yang menyandera pria selama bertahun-tahun di hutan, dan
kemudian dijadikannya ‘suami’ hingga SIAMANG
perempuan iitu melahirkan,” kataku menambahkan.
“Ah ito ini, bercandanya selalu….Itu
haha dolikku. Kami tiga bersaudara. Hahadolikku inilah siakkangan. Ito pasti
tau, sebagai anggi boru, saya
memanggilnya AMANG. Dan tentu untuk menunjuk pada dirinya kutambahlah SI, jadi
SIAMANG lah, aku memanggilnya!” jawabnya yang diikuti dengan tawanya.
Tergelak-gelak dia.
“ Oh, itunya? Jadi maksud ito
bukan bodat nabalga—Monyet besar? Ah,
maafkanlah aku ito. Yah, aku terima pun
kalau dia menelpon. Tapi tolong bilang sama SIAMANG, unang sampe di garomak au?!” Pintaku
sedikit serius.
Dari seberang sana, ito itu
tertawa ngakak. Saya pun ngakak. Kami sungguh-sungguh ngakak tanpa beban. Biarlah
urusan Capres urusan para Tim Sukses.
***
(Selamat hari Minggu untuk teman-teman.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar