U A N G
(oleh : Laris Naibaho)
***
(Edisi Membangun TOILET UNTUK Kaum Duafa)
(Edisi Membangun TOILET UNTUK Kaum Duafa)
 “Uang tidak bermoral,” titik. Hanya manusialah yang bermoral dari 
seluruh ciptaan Tuhan. Uang hanyalah benda mati. Harkatnya sama dengan 
belati, sangkur, kue bolu, kombang layang, dodol, lemper, mie gomak, 
pangsit, sate, panggang b2, sibagur, naniura dan atau benda-benda 
lainnya.
 Uang tidak dibutuhkan oleh kambing, be-satu (B1), 
be-dua(B2), kerbau, sapi juga monyet, walaupun sejatinya semua yang 
tersebut di atas, bisa dijadikan alat  atau diobjekkan  untuk 
mendapatkan uang. 
 Hua haha—mekkel ma jo au.
 Jadi hanya manusia yang  membutuhkan uang. Yah, hanya manusia saja, 
tanpa kecuali. Maka kalau ada manusia yang anda temui, lalu mengatakan 
tidak membutuhkan uang, mungkin sudah perlu ditanya lebih dalam, mengapa
 ybs. tidak membutuhkannya.  Karena secara umum, tua-muda, yang bergigi 
atau yang ompong, wanita atau pria, yang kaya atau miskin, yang merasa 
suci dan yang mengaku jahat, yah, sekali lagi, ini tanpa kecuali, pasti 
 membutuhkannya. Karena uang itu sudah disepakati  manusia sebagai alat 
tukar,  termasuk alat menghitung jumlah kekayaan dan  alat untuk segala 
sesuatunya, termasuk sebagai alat untuk membayar ber-ehem, ehem!
 So
 pasti, uang itu tidak berdosa. Dia hanya sebagai alat. Sebagai alat, 
berarti uang itu tidak menjadi apa-apa, kalau tidak ada manusia yang 
mengendalikannya. Harus ada manusia—The men behind UANG.  Dan itulah persoalan pokok dalam episode ini, “Siapa di belakang uang itu?”
 Sebelum lebih lanjut, saya ingin mengutip sebuah kalimat, yang berbunyi
 begini,  “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang . Dan siapa 
mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya.”
 Wakakak. Bener deh! Sumpah mati, kutipan ini sungguh-sungguh menohok 
pikiran saya. Weleh-weleh. Ini bisa jadi sama dan sebangun dengan apa 
yang dibilang Om saya, “Keingingan memiliki uang  bisa diibaratkan 
seperti meminum air laut. Semakin diminum maka akan semakin dahaga.” 
 Om—Bapa Uda saya ini,  pastilah benar! Meskipun saya melihat, di 
usianya yang sudah bau tanah, masih juga tak mau bersedekah ke 
keluarganya, kendati uang dan hartanya angkanya sudah 13 digit. Dia 
menegaskan pula perbedaan minum air laut dan air tawar. “Air tawar,  
jika diminyum—logatnya agak lain, karena sudah ompong—maksudnya diminum,
 bisa membunuh dahaga  serta menjadikan  tubuh kuat  dan berenergi.” 
Tapi omong doang. Pelit jalan trus.
 Kembali ke topik.
 Apakah uang berdosa? Jawabannya, pasti tidak. Sekali lagi uang itu hanya benda yang tidak punya pikiran. Dia tidak berdosa. 
Hayaa—beginilah Chong Kin Ngauwn kalau lagi heran. Jadi sebenarnya, tidak ada uang haram atau uang halal. Yang ada, adalah sumbernya dan tujuannya; halalkah, atau haramkah?
Hayaa—beginilah Chong Kin Ngauwn kalau lagi heran. Jadi sebenarnya, tidak ada uang haram atau uang halal. Yang ada, adalah sumbernya dan tujuannya; halalkah, atau haramkah?
 Ini  memang,  
sangat tergantung juga cara pandang seseorang. Jelimet deh! Karena itu, 
saya tegaskan—hehehe, emang gue siapa sampai berani menegaskan? Saya 
tegaskan, hanya mahluk yang punya pikiran saja yang bisa  berdosa atau 
suci. Singkatnya, di muka bumi yang bundar ini, hanya manusia yang bisa 
 dilabeli,  seorang yang berdosa atau seorang yang  suci.
  Uang ada pada kendali manusia. Bukan manusia yang dikendalikan oleh 
uang. Ini pasti. Jika ada yang protes, nanti saya usahakan membangunkan 
Socrates, atau muridnya yang baru meraih S3-Filsafat dari Jerman, yang 
kawan akrabnya F.M, Suseno.  Karena itu, persoalan pokoknya adalah 
“Siapa di belakang uang itu?”
 Ini dia.
 Kalau si Billok
 yang punya uang, apalagi banyak, maka pikirannya adalah mencari teman 
untuk berangkat ke lokalisasi perjudian, semisal,  ke  High Genting, 
Malaysia, atau ke Makao, Texas atau tempat lainnya yang ada di luar 
negeri sana. Maaf, dia  terpaksa ke luar negeri karena  di Indonesia,  
berjudi itu tidak boleh. Haram. Tapi kalau kalau  korupsi tidak haram,  
selama tidak ketahuan.
 Beda  kalau si Tolbok 
yang punya banyak uang. Dia,  bisa dipastikan akan nyabu atau 
mabok-mabokan. Dan yang paling disukainya adalah “menyewa” gadis-gadis 
belia sebagai pelampiasan syahwat,  atau hanya sekedar nyolak-nyolek. 
Yang penting hepi…!
 Yang menyeramkan—sampai  merinding bulu kumisku, kalau  si Bikkas
  yang punya uang. Di otaknya adalah segera  berangkat ke  ke Libya 
untuk membeli senjata. Selanjutnya, senjata itu akan dipakai untuk  
menembaki tetangganya sampai hancur berkeping-keping dan mati. Dendamnya
 sudah membara. Soalnya, setiap kali dia meminjam uang ke tetangganya itu, tak
 pernah berhasil. Sudah tidak berhasil, dia selalu disemprot dengan 
kata-kata yang melukai hati. “Dasar malas. Sudah miskin, malasnya kayak 
keong bunting, cari suami tambahan.”
 Tetapi si Jabaik—ini  dia yang membuat penulis masih setia di dunia ini. Setiap kali dia  punya uang, yang dilakukannya adalah meminta saudaranya pemilik Catering TABOHIAN, untuk membeli bahan-bahan makanan, memasaknya,  dan  kemudian membagi-bagikannya ke kaum dhuafa
 atau si miskin. Tak mewah-mewah amat memang makanan yang disajikannya, 
paling juga  lauknya sepotong ayam goreng plus tempe yang dioseng-oseng,
 yang, TETAPI—hehe he, asal tahu saja,  makanan seperti itu, jangan 
salah sangka,  merupakan makanan mewah bagi kaum yang, “sebenarnya hidup
  sudah segan, tapi ogah mati dengan cara bunuh diri.”
  Si Jauhum
 juga begitu. Dia kerja keras setiap harinya. Berangkat pagi hari, baru 
pulang hampir tengah malam—ini membuat hati trenyuh dan ingin meneteskan
 air mata tanpa bantuan bawang merah.  Uang yang didapatkannya, hanya 
agar dia  bisa membayar SPP anak-anak sekolah dan  mahasiswa yang bukan 
anaknya.
  Beda lagi  dengan si  Japikkir—bukan marga 
Naibaho,  yang selama  67 tahun pontang-panting  mengumpulkan uang, 
pelitnya tidak tanggung-tanggung. Tidak hanya untuk orang lain dia 
pelit. Termasuk juga kepada dirinya. Buktinya, kalau masih mungkin makan
 nasi basi kemarin, itu akan dilahapnya untuk memenuhi kebutuhan 
perutnya,  daripada harus membuka dompetnya. Dia akan membela diri, 
“Perut tidak akan pilah-pilah makanan yang masuk. Enaknya makanan, hanya 
di bibir dan tenggorokan. Tak sampai hitungan menit. Yang penting, perut
 kenyang.”
 Tapi Anda akan bingung luar binasa, eh, 
salah ketik, maksudnya bingung luar biasa, jika anda tahu apa rencananya
 di tahun 2015 ini. Sudah ditetapkannya pergi ke Notaris untuk membuat 
SURAT WASIAT, bahwa seluruh uang dan hartanya yang lain,  akan menjadi 
milik anjingnya si Bleki.  Menjijikkan bukan?—Tubu ma rohakku, mambaen 
tanggo-tanggo, manang mananggohon si Bleki i daba!
 Tapi, mau apalagi? Tidak
 ada hak saya untuk memprotes. Uang, uang dia. Harta, harta dia. Yah, 
terserah dialah. Alasannya, sangat sederhana. Orang – orang yang pernah 
dibantunya, tidak ada yang mengingatnya, bahkan cendrung menyakitinya. 
Beda katanya dengan si Bleki, yang setia menjilat-jilat pipinya kalau 
dia hendak tidur, dan menjaganya hingga pagi menjemput, serta, menurut 
pengakuannya lagi nih, selama ini,  si Bleki  belum pernah berbohong 
kepadanya.
 Kita lanjutkan…
 Tapi 
sebelum itu, ijinkan saya mengajak anda tersenyum. Senyumlah! Sejenak 
saja. Tidak usah ragu. Saya tidak bermaksud apa-apa. Tidak juga sedang 
menghipnotis anda. Saya bukan si Botak, pesulap di layar kaca itu. 
Bukan. Ajakan ini sekali lagi, bukan untuk apa-apa. Sekiranya anda tidak
 mau, juga tidak apa-apa. Tapi kelak anda pasti menyesal.  Karena senyum
 tidak ada dandonya—sanksinya. Beda jika anda tertawa, Perarutan Menteri
 Kesehatan Negara Komedi-Senyum, sudah menetapkan sanksi untuk yang 
tertawa, kecuali untuk penulis cerita ini. Sorry, di mana-mana pun ada 
HAK ISTIMEWA. Percayalah, senyum itu bagus bagi kesehatan. Itu kata ahli 
kesehatan. Dan temanku yang juru rias Megawati dari Salon Martabe, 
memastikan, “Senyum dapat  memperindah letak bibir anda.” 
 Dengan senyum, apakah  saat ini anda punya  uang, atau tidak,   akan 
lebih mudah bagi anda untuk membuat rencana secara diam-diam. Katanya,  “Seseorang dalam keadaan senyum berarti hatinya sedang ber-bungah, dan 
pikirannya sangat inspiratif untuk melakukan sesuatu…” Benar atau tidak,
 ntahlah. Tapi cobalah. Kata Ompungku, Tulangnya Inong dari neneknya 
yang marpariban dengan neneknya nenek, “Mencoba tidak mengapa. 
Memberanikan diri janganlah!” Bukankah juga ada encik kita 
mengatakan—ini dulu, “the experience is the best teacher”.  Jadi Senyumlah!  
 Kini boleh selidiki setelah anda senyum. Periksalah melalui cermin. 
Kalau anda ibu-ibu, pasti ada terselip cermin kecil ditutup bedak yang 
ada di tas anda. Kalau anda bapak-bapak, pergilah ke parkiran sebentar, 
bercerminlah lewat  spion mobil atau sepeda motor yang ada di parkiran. 
Lihatlah! Waooo, mengagumkan! 
  Akibat senyum 
tadi, kecuali anda terlihat cantik atau cakep, pun terlihat menjadi 
sedikit lebih cantik dibandingkan anda cembrut. Otak anda pun menjadi 
lepas, dan langsung bisa menerawang lebih jauh,
• akan melakukan begini atau begitu kalau punya uang.
Atau
• akan melakukan ini atau itu, supaya punya uang—karena saat ini anda sedang bokek, tongpes atau melarat.
  Mengagumkan bukan?
 Terserah anda nantinya, akan melakukan apa kalau sudah punya uang. Saya
 ulangi yang tertulis di atas, "Uang tidak bermoral dan tidak akan 
pernah berdosa.”  Dia hanya sepotong koin atau selembar kertas yang 
ditaruh angka-angka untuk menunjukkan nilai tukarnya. Anda akan 
dikatakan kaya atau sangat kaya kalau banyak uang. Sebaliknya disebut 
miskin, atau sangat melarat,  kalau hanya memiliki  sedikit uang atau 
tidak memiliki uang sama sekali. Memang—ini kata tukang protes, bukan 
kataku, “kaya atau miskin itu, sangatlah relatif”. Soal lainlah itu. 
Tapi tetap mengajukan pertanyaan kepada anda, dan jujurlah menjawab, 
tanpa ada pemaksaan dari Hakim—Jaksa—Polisi—Pengacara, (tidak ada 
gunanya, karena sedang digaruk oleh KPK) : 
 • Apakah uang itu akan anda pergunakan untuk menyenangkan hati manusia yang berujung pada memuliakan Tuhan?
Atau
• akan anda gunakan untuk menganiaya manusia, yang menyebabkan Tuhan akan menangis?”
Atau
• akan anda gunakan untuk menganiaya manusia, yang menyebabkan Tuhan akan menangis?”
  Itulah soalnya. 
 Soal ini  penting bagi kita,  karena siapa tahu dari kemarin, anda 
belum tahu  harus anda ke manakan jika memiliki uang banyak—Wakakak.  
Tapi dan ini bukan nasehat, saat ini banyak penipu berkeliaran di luar 
sana dengan macam-macam modus. Kalau punya uang di Bank dan anda 
memiliki ATM, jangan beritahu PIN-nya kepada siapa pun, kecuali kepada 
saya, karena saya tidak mungkin mengambilnya diam-diam. Mengapa? 
Periksalah dompet atau tas anda, ATMnya masih di sana.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar